ZIARAH DAN MENGENAL LA MOHANG DAENG MANGKONA
Oleh: M. Marwan Ashabi
Sabtu, 15 April 2017 Saya dan kawan-kawan Mahasiswa Sastra Indonesia, FIB Universitas Mulawarman yang terdiri dari dua kelas A & B dan juga di bimbing oleh dosen kami Dahri Dahlan M.Hum. Berkunjung ke Makam La Mohang Daeng Mangkona yang terletak di Samarinda Seberang dengan tujuan mengenal legenda asli Samarinda yang berkaitan dengan mata kuliah kami yaitu TSN (Tradisi Sastra Nusantara).
Awal perjalanan, kami berkumpul di Kampus FIB pagi hari pukul 09.00 wita untuk bersiap menuju ke makam dan berdoa bersama agar di beri keselamatan dan kelancaran dalam perjalanan berkunjung ke makan Daeng Mangkona. Setelah itu kami memulai perjalanan kami dari Kampus menuju makam dengan berkendaraan bermotor, di perjalanan kurang dari setengah jam kami sudah sampai di Samarinda seberang dari Samarinda Kota sebelum sampai di makam kami melewati masjid tua (Masjid Shiratal Mustaqim) Jl. ABD. Rasyid yang juga tidak jauh dari makam. Sampai di makam kami memarkirkan motor kami dengan rapi di halaman makam yang cukup besar dan juga bersih setelah itu kami menemui penjaga atau juru kunci makam tersebut Bapak Abdillah yang sudah lama menjaga makam itu dan juga tempat tinggal nya tidak jauh dari makam yang terletak di sekitar kawasan makam, kemudian kami di persilahkan mendekati makam dan kami semua duduk mengelilingi makam Daeng Mangkona. Makam tersebut sangat terlihat sudah berumur atau tua di lihat dari tekstur nisan makam yang sudah rapuh tapi masih sangat terlihat keaslian nya yang kemungkinan nisan tersebut terbuat dari kayu ulin kondisi makam sangat bersih karena bapak Abdillah selalu rutin membersihkan.
Foto Lokasi Makam La Mohang Daeng Mangkona.
sembari kami melihat-lihat makam, juru kunci menceritakan siapa sih Daeng Mangkona itu? Dan di situ bapak menjelaskan awal kedatangan Daeng Mangkona dan juga menjelaskan awal penemuan makam tersebut dan banyak lagi yang berkaitan dengan Daeng Mangkona dan disitu juga kami dan bapak Abdillah membuka sesi tanya jawab. Usai sesi tanya jawab kami juga menjumpai makam-makam yang berada di halaman belakang makam Daeng Mangkona, bapak Abdillah mengatakan bahwa makam-makam itu adalah para rombongan dan pengikut dari Daeng mangkona.
Foto Makam-makam para pengikut La Mohang Daeng Mangkona.
Di situ ada yang menarik saya melihat batu nisan makam yang mirip dengan ikan pesut batu nisan tersebut memiliki bentuk seperti mata dan mulut seperti ikan pesut Mahakam. Setelah melihat-lihat makam kami berfoto bersama dengan bapak Abdillah dan juga dosen kami dengan latar belakang makam La Mohang Daeng Mangkona kemudian kami pamit pulang dan juga berterima kasih kepada Bapak Abdillah yang sudah menjaga dengan baik makam tersebut dan berterima kasih mengenalkan tentang Daeng Mangkona Legenda asli Samarinda dan tak lupa kami memberi bikisan kepada bapak juru kunci ucapan terima kasih dari kami, Sampai di situlah kunjungan kami ke makam Daeng Mangkona Legenda asli samarinda.
Belum selesai, di blog ini saya juga akan mengulas tentang La Mohang Daeng Mangkona Legenda asli samarinda sebelumnya apa itu Legenda?
Adalah cerita tentang orang suci seperti wali, pahlawan dan tokoh lain. Cerita itu bersifat historis dan secara populer diterima sebagai kebenaran walaupun kepastian ilmiah nya tidak ada.
Legenda memiliki beberapa jenis :
a. Legenda Keagamaan.
Legenda ini biasanya mengisahkan penghidupan orang-orang suci dan saleh.
b. Legenda Alam Gaib.
Legenda yang berbau mistik dan takhayul.
C. Legenda perseorangan.
Legenda ini mengisahkan tentang seorang yang memiliki kemampuan luar biasa dan memiliki kekuatan yang sakti dan hebat.
d. Legenda setempat.
Legenda ini tumbuh dan berkembang karena terdapat suatu tempat yang konon di percaya terbentuk karean kejadian asal usul di tempat tersebut.
La Mohang Daeng Mangkona adalah pendiri dan sekaligus tokoh cikal bakal terbentuknya Kota Samarinda.
La Mohang Daeng Mangkona meninggalkan tanah kelahirannya dan pergi ke pulau-pulau lain karena telah terjadi perang besar antara Bone vs Gowa. La mohang Daeng Mangkona memimpin rombongan ia memilih meninggalkan tanah leluhurnya, melintasi selat makassar menuju Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Rombongan La Mohang Mangkona ini cukup besar, berjumlah sekitar 200 orang dan menggunakan 18 perahu.
Kedatangan rombongan pengungsi ini diterima dengan baik oleh sultan kutai, Dipati Modjo Kusumo (1650-1686) yang saat itu bertahta di Pemarangan (sekarangan kampung jembayan). Ada kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan pengunsi tersebut diberi lokasi tempat tinggal di sekitar kampung Melanti (Samarinda Seberang), yaitu daerah dataran rendah di tepi Sungai Mahakam yang cocok untuk usaha pertanian, perikanan, dan perdagangan.
Di sinilah La Mohang Daeng Mangkona bersama rombongan membuka hutan dan mencetak areal persawahan tadah hujan. Mereka juga membangun rumah-rumah rakit (lanting) yang membujur sepanjang tepian Mahakam. Rumah-eumah ini di kerjakan secara gotong royong. Rumah-rumah yang sama tinggi, areal persawahan yang sama rendah dan di bagi rata menyebabkan perbedaan derajat kearistorakan yang sebenarnya di bawa dari tanah asal mereka menjadia hilang. Mereka menjadi egaliter. Semua sam. Dan daerah itu pun kemudian di namai “sama-rendah” (randa = rendah; bahasa Banjar). Nama ini punya dua arti: pertama, mengacu pada daerah itu yang memang rendah; kedua, mengacu pada terciptanya ke-egeliter-an kehidupan. Lama-lama daerah itu dinamakan samarinda. Di seberang Samarinda (Kota Samrinda yang sekarang ini), semenjak itu telah didiami oleh orang-orang Suku Bugis dan Suku Banjar, adalah nama La Jawa Gelar Kapitan Jaya Sehingga sampai di kampung Tanjung Batu (Kampung Bugis).
La Mohang Daeng Mangkona pun diakui Raja Kutai sebagai pimpinan komunitas di sana gelar Poa Adi. Orang-orang Bugis Wajo ini mulai membangun pemukiman di daerah “sama-rendah” atau Samarinda itu pada januari 1668, yang kemudian di jadikan patokan untuk menetapkan hari jadi kota Samarinda. Hari jadi kota Samarinda ditetapkan tanggal 21 Januari 1668 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 5 Sya’ban 1078 Hijriah. Penetapan hari jadi kota Samarinda dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari jadi kota Samarinda ke 320 pada 21 Januari 1980. penetapan ini kemudian di perkuat Peraturan Daerah Kotamaadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1/Tahun 1998 tertanggal 21 Januari 1988, pasal 1 yang berbunyi: “Hari Jadi Kota Samarinda ditetapakan pasa tanggal 21 januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 sya’ban 1078 H”.
Sejak tanggal 1 Januari 1957 kota Samarinda resmi menjadi ibu kota Propinsi Kalimantan Timur, yang terletak di pinggir sungai Mahakam (Bahokam).
La Mohang Daeng Mangkona sangat erat kaitan nya dengan asal usul terbentuknya kota samarinda berkat datang nya beliau ke tanah etam. Sehingga kota samarinda sampai sekarang ramai di huni dan di datangi para perauntau khusunya dari pulau sulawesi dan juga menjadi wilayah yang maju, sejahtera dan indah.
Harapannya objek yang kami kunjungi agar lebih banyak diketahui masyarakat banyak tak hanya masyarakat Samrinda tetapi juga di luar samarinda. Agar mereka tau bahwa siapa sih penemua daerah yang mereka tempati sendiri dan juga mengetahui Legenda asli mereka dengan mengunjungi Taman makam tersebut yang berada di Samarinda seberang.
Daftar Pustaka:
K. Rustapa Hani’ah, Kamus Istilah Sastra, Balai Pustaka, Jakarta, 2000
Balham Johansyah, Riwayat Samarinda dan Cerita Legenda Kalimantan Timur, Biro Humas Pemprov Kalimantan Timur, 2009
Muzakir Djahar dkk, Mari Mengenal Kota Samarinda, Penerbit CV Spirit Komunika, Samarinda,2007
Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun, 1979
mohon maaf bila banyak kesalahan yang saya buat di blog ini. karena masih newbie.
BalasHapus